Cari Kerja Part II (Lanjutan) - Facebri (Face nya sobri)

Facebri (Face nya sobri)

Catatan, curhatan (Curahan hati), cerita-cerita, kisah, pengalaman, baik yang lagi senang, sedih, lucu, kocak, bahagia, romantis, sadis, tragis, dan lain-lain dari si sobri dan orang-orang di sekitarnya. Berbagi pelajaran dari setiap pengalaman :)

Post Top Ad

Facebri - Facenya si Sobri

Cari Kerja Part II (Lanjutan)
Baca Cerita Sebelumnya 
Setelah gue menolak tawaran di PT. MUGC bogor, gue coba masukin lamaran di beberapa website jasa Pencaker (Pencari Kerja). Beberapa hari setelah itu gue dipanggil salah satu perusahaan pialang bernama PT. MIV (nama tetap disamarkan demi menjaga privasi dan yang penting biar gue gak dituntun #ralat -> dituntut). Pas ditelepon gue ditanya-tanya dan gue juga bertanya-tanya sedikit tapi gue malah diomelin.

"Saya belum selesai bicara mas !" katanya.

Akhirnya gue terdiam melas sambil ngedengerin apa yang dia omongin dan gue cuma bisa jawab iah, iah, dan iah (karena gue orang sunda jadi pake h). Tapi terakhir gue jawab iah ternyata dia malah marah karena dia sedang menyebutkan alamat lokasi perusahaan nya, kemudian bertanya.


"Sudah dicatat belum alamatnya ? katanya dengan suara agak keras.

Dan gue jawab "Iah Bu".

"Apanya yang iah?, Sudah dicatat belum ?!!" katanya lagi dan kali ini suaranya terdengar agak kesal (mungkin emang kesal).

"Iah Bu, eh belum Bu, boleh diulang alamatnya di mana ?" kata gue memohon dan sambil lari dari tempat tidur dengan terbirit-birit mencari pulpen dan kertas.

Akhirnya gue menemukan potongan kertas kecil bekas struk belanja kalau gak salah. Gue tulis di secarik kertas tersebut alamatnya yaitu di Jl. Ayam duduk, Ayam Duduk Plaza, Menara BRI lantai 11 Jakarta-Barat (nama dan alamat tetap disamarkan demi menjaga privasi dan yang penting biar gue gak dituntun #ralat -> dituntut).

Besoknya gue berangkat kesana dengan banyak bertanya ke orang-orang di sekitar jalan dan juga di dalam bis,
- Arah nya kemana?
- Naek bis apa jurusan apa?
- Ongkosnya berapa?
- Namanya siapa?
- Mau kemana?
- Bawa uang berapa?
- Dan lain sebagainya (karena pertama kali ke jakarta barat, sendiri).

Setelah menempuh perjalanan lumayan jauh dan berpanas-panasan di tengah kemacetan jakarta, akhirnya gue diturunin di depan  Ayam Duduk Plaza kata kondektur bisnya (walaupun masih bingung gedungnya yang mana). Gue bertanya lagi sama orang di pinggir jalan tentang alamat perusahaan yang gue tuju, dan ditunjukin gedungnya ada di seberang jalan.

Gue berjalan mencari zebra cross buat nyeberang tapi gak ketemu-ketemu akhirnya gue nyeberang lewat jembatan fly over. Setelah gue berjalan ke atas gue sadar kalau di sana ternyata emang gak ada zebra cross karena terlihat dari atas fly over, dan setelah sampai di seberang jalan gue lebih sadar lagi karena gedung di seberang jalan ini ternyata banyak dan gue malah kebingungan masuk gedung yang mana.

Setelah gue cek catetan yang gue tulis kemaren pas ditelepon tertulis menara BRI lantai II, dan karena di salah satu menara ada tulisan BRI akhirnya gue memutuskan buat masuk gedung itu.

Di dalam gedung, gue langsung naek lift ke lantai II dan ternyata bener BRI, tapi anehnya gak ada satu orang pun yang tau nama PT. MIV di lantai II tersebut. Akhirnya gue memutuskan buat keluar gedung dan masuk ke gedung yang lain (siapa tau salah masuk gedung). Dalam gedung itu  gue malah ngerasa aneh karena semua sisi dan juga sudut isinya ruangan yang disekat tapi semua tertutup rolling-door dan gue hanya sendiri di sana. "Ini perkantoran apa mall bangkrut" pikir gue.

Tapi untungnya di sana (dalam mall bangkrut itu) gue mendapatkan sebuah alat yang sangat penting, berharga dan berguna buat gue saat itu (minimal untuk hari itu). Karena dengan alat itu gue bisa konfirmasi kebenaran alamat yang gue tulis. Alat apakah itu ? Ya, TELEPHONE COIN. Telepon Koin sangat berharga buat gue waktu itu, disamping pulsa masih relatif mahal buat gue saat itu  dan juga karena kalau gue mencari wartel gue gak tau di perkantoran jakarta yang mana yang masih ada wartel.

Dari telepon koin itu gue menelepon bokap di rumah buat memastikan alamat yang gue tulis kemaren, karena catetan yang gue bawa hari itu adalah salinan dari yang asli supaya tulisan gue terlihat lebih rapih, minimal orang yang gue tanyain alamat bisa baca (yang aslinya lebih jelek tulisannya karena gue buru-buru takut diomelin sama yang nelepon gue waktu itu). Bokap akhirnya dengan terpaksa harus nyari itu kertas kecil berisi alamat perusahaan tempat gue interview hari ini di kamar gue yang sangat rapih, rapih banget banget.

Setelah beberapa menit gue telepon lagi bokap dengan duit recehan yang ada di saku celana hasil dari kembalian naek angkot dan gue malah diomelin bokap katanya disuruh beresin tuh kamar yang lebih mirip kapal pecah (kalau sekarang mirip pesawat sukoi yang jatuh di Gn. Salak) karena bokap udah susah payah menemukan kertas kecil itu di tengah tumpukan buku-buku, baju, peralatan-peralatan menggambar dan kaligrafi gue, dan barang-barang lain yang berantakan (mirip sama istilah “menemukan jarum di tumpukan jerami”). 

Alamat yang disebutin bokap udah gue cocokin sama catetan yang gue bawa dan gue memutuskan lagi buat masuk gedung yang pertama gue masukin dan bertanya ke receptionist. Tapi gue dapet kabar duka dari receptionist itu, sampe bikin gue shock dan lemes ngedengernya.

“Disini gak ada nama PT. MIV lantai II Pak” katanya.

Gue pengen pingsan saat itu tapi gue sadar disana gak ada orang yang gue kenal, bahkan kalaupun ada yang gue kenal juga gue rasa mereka gak bakal peduli kalau gue pingsan. Akhirnya dengan  pasrah gue keluar lagi dan duduk sejenak di samping gedung (mall bangkrut) itu buat mikirin apa yang seharusnya gue lakukan saat itu.

Gue berfikir buat nelepon bokap lagi dan tanya apa yang harus gue lakuin, tapi setelah sampe di dekat alat yang seharusnya berguna itu gue malah muncul ide buat nelepon ke kantor yang kemaren nyuruh gue dateng ke tempat yang bener-bener asing buat gue ini.

Gue buka panggilan masuk di Handphone gue yang gaul, gue lupa typenya, tapi mirip ericsson T-10 cuma HP ini ada game memancing dan menembak, gaul dan jadul itu relatif (menurut gue) dan beda tipis (menurut gue juga). Untungnya yang nelepon gue kemaren memakai telepon kantor dan nomernya lokal (kalau dia telepon pake Handphone gue lebih baik pulang dari pada beli pulsa disana). 

Setelah gue telepon ke kantor dengan rasa malu karena bunyi koinnya jelas terdengar setelah telepon diangkat oleh orang kantor itu karena gue nelepon di telepon umum koin dalam gedung (mall bangkrut lagi) yang sepi itu, kira-kira bunyinya pas di angkat sama dia “Kencring” dengan jelas. Untungnya dia gak komentar itu suara apa walaupun gue yakin di dalam hati dia penasaran sama bunyi tersebut.

Setelah bicara beberapa saat, ternyata ada kesalah pahaman antara gue, bokap sama tulisan di kertas kecil yang ilang di tumpukan jerami kamar gue. Yang harusnya terbaca di sana adalah PT. MIV di Jl. Ayam Duduk, Ayam Duduk Plaza Menara BRI lantai 11 Jakarta-Barat bukan PT. MIV  lantai II/2/dua. Artinya bokap salah baca, dan tentunya gue yang lebih salah, kenapa gue nulis dengan tulisan yang gak kebaca sama bokap dan yang lebih parah gak bisa baca tulisan sendiri.

Persamaan dan perbedaan antara 11 dan II (2 romawi) pada tulisan gue memang sulit dibedakan karena 11 dan 2 romawi terlihat hampir sama. Gue kesel, tapi gue juga seneng akhirnya gue tau kesalahan gue itu.

Perjuangan gue hari itu belum berakhir.

Setelah gue dapet pencerahan dari telepon umum yang ternyata bener-bener berguna buat gue saat itu, untuk kesekian kalinya gue memutuskan untuk masuk ke Menara BRI yang pertama gue masukin tadi.

Dengan rasa percaya diri gue langsung jalan ke depan lift untuk menuju ke lantai 11. Tapi pas gue mau pencet tombol lift ke atas gue dipanggil satpam. Gue pikir dia mau minta tanda tangan karena mengira gue artis, tapi ternyata gue dipanggil dan diminta untuk laporan dulu ke receptionist dan memberikan KTP untuk di tukar dengan ID card (visitor).

Setelah gue ditanya-tanya sama receptionist dan ia membenarkan adanya PT tersebut di lantai 11 (ingat ! 11 bukan II) tetapi tetap gue salah penulisan. PT. MIF bukan PT. MIV. "Pantesan aja pada bingung" pikir gue dalam hati.

Setelah semuanya  itu selesai dan gue mendapatkan Visitor ID Card, gue kembali menuju lift dan menekan tombol atas. Tapi beberapa saat gue nunggu di depan lift tersebut, ada beberapa orang menghampiri gue dan gue berfikir "Apa mereka juga mengira gue artis ? dan berniat meminta foto dan tanda tangan gue". Tapi ternyata, mereka adalah karyawan-karyawan di perkantoran itu yang juga sama kaya gue (nunggu lift ke atas).

Setelah lift terbuka gue pencet lantai 11. Gak tau karena gue yang norak entah grogi karena pertama kalinya masuk gedung besar sendiri tanpa didampingi orang yang gue kenal tapi pas pintu lift terbuka gue dengan PeDe nya langsung keluar dan bertanya kepada orang di lantai itu tentang PT. MIF tapi mereka semua gak ada yang tau. Sekilas pikiran gue.

“Gue ditipu oleh interview ini dan lebih baik gue pura-pura pingsan biar dianter pulang ke rumah atau mungkin gue lagi dikerjain disalah satu acara TV”.

Tapi sebelum pingsan  dan atau melirik kanan kiri untuk mencari letak kamera, salah satu dari mereka bertanya.

“Emang bener PT nya ada di menara BRI?, lantai berapa mas PT. MIF itu?”

Dan gue langsung jawab “Bener ko mba, tadi di receptionist juga ada PT.MIF lantai 11”.

Mereka semua tertawa dan gue terdiam.
“Ada apa ini?, apa gue bener-bener dikerjain? di mana kameranya? kok belum muncul juga? ” kata gue dalam hati.

Beberapa dari mereka dengan kompak berkata.

“Ini lantai 6 mas”.

Mereka tertawa lagi dan gue tertunduk malu dan langsung berbalik tanpa berkata sepatah katapun tapi dalam hati gue tetap bilang “MAKASIH !!” dengan sinis tentunya, dan untuk kesekian kalinya di hari itu gue merasa ingin pingsan.

Gue berjalan kembali menuju lift dan memperhatikan dinding di sekitar lift ada tulisan angka “6”. Ternyata bener ini lantai 6 dan gue berkata “Makasih”. Setelah gue dipermalukan oleh kesalahan gue sendiri gue sampe di depan lift lagi dan kembali menunggu lift untuk melanjutkan perjalanan ke atas (lantai 11).

Banyak  banget pertanyaan dan pernyataan yang muncul di otak gue saat itu.
-          Kenapa itu tulisan gak muncul pas gue keluar dari lift tadi?
-         Kenapa pas pertama di lantai dua tadi gue gak perhatiin? Malah setelah gue dibikin malu baru itu tulisan ada di depan mata gue.
-          Kenapa tulisan gue bagus banget?
-          Kenapa gue gak bisa bedain mana 11 dan mana II ?
-          Kenapa di jalan tadi gak ada zebra cross ?
-          Kenapa orang-orang itu menertawakan gue?
-          Kenapa mereka gak bilang aja baik-baik biar hati gue lebih tenang?
-          Kenapa, kenapa kenapaaaa ?

Udah kaya daftar pertanyaan buat interview tersangka di polsek, tapi gak ada satupun yang menjawab. Untungnya gue gak kenal sama mereka yang dengan santainya menertawakan orang yang sedang terkena musibah kayak gue ini (nyasar di lantai 6), jadi gue gak terlalu peduli malu depan orang yang gak gue kenal itu. Tapi bagaimana kalau gue diterima di perusahaan ini dan gue ketemu setiap pagi sama orang-orang itu ?  

"Ah, gue bisa pake masker kalau perlu pake helm, biar mereka gak ada yang mengenali gue" pikir gue bloon. 

Setelah lift terbuka kemudian gue pencet itu tombol lantai 11, gue perhatiin bagian atas lift ternyata ada angka digital yang berubah tiap kali lantai berganti. Padahal gue tau dan juga melihat pas pertama ke lantai dua. Sekali lagi gue bilang “Makasih” (dengan sinis lagi di dalam hati).

Setelah tiba di lantai 11 gue tau dari angka digital yang tertera di dalam lift dan juga memastikan di dinding sekitar lift akhirnya gue yakin itu lantai 11.
                   
Bersambung lagi -> Cari Kerja Part III
***

Followers

Post Bottom Ad


Pages